Aku, Dia dan Mereka

Sebuah Pencarian dan Pembelajaran Diri

Jumat, 17 Juli 2009

" DON'T JUDGE A BOOK BY ITS COVER "



Tak gendong...kemana-mana 2X

Lagu itu tidak asing di telinga anak kecil di kampungku...Mbah surip...nama penyanyi dan pengarangnya. Sebagaian orang mencibir mendengar isi lagunya. Mengingat memang isinya sederhana di bungkus dengan kejenakaan tanpa makna. Aku berfikir kok bisa boming lagu itu ya...apa produser tidak rugi?, pertanyaan itu bergelanyut terus menerus. Hingga pada akhirnya di sebuah wawancara tentang sosok mbah Surip terjawab. Ternyata Dia seorang pengusaha minyak, jutawan yang membiayai sendiri Albumnya bahkan sambil bercanda beliau katakan jarang artis kita yang punya pesawat atau helikopter pribadi dan dia akan beli. Hmmmmmm barang mewah yang sulit di beli artis negeri ini di banding artis luar negeri. Seringkali kita menilai seseorang dari penampilan luar. Demikian sosok mbah Surip yang ...maaf seperti orang yang tidak serius kalo berbicara, banyak tertawa...kesannya slengekan, ndeso dan tidak berkelas. Aku jadi ingat waktu pulang dari pelatihan seni di Surabaya. Waktu itu naik bus kota yang penumpangnya berdesak-desakkan. Tetapi akhirnya aku mendapat tempat duduk, itupun atas kebaikan seorang bapak paruh baya. Dimanapun pasti ada mutiara ilmu yang berceceran itu prinsipku, demikian dengan kejadian itu. Dengan basa-basi ku beranikan diri berkenalan dan ngobrol dengan bapak ini. Lebih dari ratusan kata ternyata...Subhanalloh bapak yang bersahaja ini adalah seorang dosen perguruan Tinggi Negeri favorit di Surabaya. Gelar S3 tidak tampak pada dirinya. Bahasanya yang membumi membuatku cepat akrab dengannya. Rupannya naik bus kota yang sesak dan pengap baginya merupakan keasyikan ketika beliau harus pulang ke rumahnya di Magetan. Ketika ku tanya apakah bapak tidak punya mobil, beliau katakan punya, hanya kalau ke Magetan beliau lebih memilih kendaraan umum, hal ini di lakukan agar beliau ketika seharian mengajar di beberapa perguruan tinggi tidak lelah. Karena menurut beliau kalau bawa mobil sendiri takut ngantuk dan terjadi kecelakaan dan ketika ku tanya kenapa tidak naik taksi, buru" beliau katakan tidak ingin di tipu dengan oknum atau black taxi. Hmmmmm masuk akal juga. Banyak hal yang membuat kagum padanya, lepas dari itu semua adalah sifat kesahajaannya yang tidak ingin di lihat sebagai orang kaya atau orang pandai..salut aku pak. Membaca kesahajaan itu aku ingat bacaan yang dulu aku baca. Ada Bob Sadino pengusaha Agro dan realestate. Dengan penampilan celana pendek dan tidak terkesan perlente sebagai pengusaha, beliau pernah mengalami perlakuan dari orang-orang yg hanya melihat dari penampilan saja. Pernah beliau menghadiri suatu hajatan. Beliau di undang sebagai tamu kehormatan karena jabatnnya. Tetapi apa yang terjadi, beliau di usir di kira orang peminta-minta. Beliaupun pulang tanpa tersinggung karena beliau menyadari penampilannya sering membuat beliau di pandang sebelah mata. Tetapi sang tuan rumah akhirnya meminta maaf, setelah sebelummnya memarahi penerima tamu di acara itu. Afandi pelukis Indonesia pernah juga mendapat perlakuaan yang sama. Penampilannya yang asal banyak orang tertipu jika ke rumahnya untuk membeli lukisannya. Malah supir Afandi berjas dan naik Baby Bens, sedang Afandi pakai sarung dan kaos. Ada Einsten dengan Sopirnya...pokoknya banyak dan tidak bisa ku ceritakan lebih banyak di sini. Tetapi yang terpenting adalah Kesahajaan dari para tokoh itu yang patut kita tiru. Walau menjadi orang besar tidak membuat mereka lupa pada bumi yang di pijak alias tidak sombong. Karena sifat sombong hanya Alloh yang berhak memilikinya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda